Dunia Wanita - Sahabat Muslimah, rasanya tak ada yang tak mengenal kisah Malin Kundang, legenda yang menjadi simbol perbuatan durhaka seorang anak kepada ibunya. Tetapi, belum pernah terdengar oleh kita legenda yang merepresentasikan bentuk ke”durhaka”an orang tua pada anaknya. Padahal, seiring usia dunia yang menua, dan semakin merajalelanya kemungkaran, kedurhakaan tak hanya dilakukan oleh anak terhadap orang tua.
Masih segar dalam ingatan, kisah yang sempat menjadi headline post kriminal beberapa hari lalu, tentang seorang ayah yang memukul putri bungsunya bertubi-tubi dengan bambu hingga sang bambu mengalami patah tiga, dan gadis kecil yang malang itu pun menemui ajal di tangan ayah kandungnya.
Dan lebih ironinya lagi, peristiwa yang menimpa Kasih, demikian nama bocah berusia 7 tahun itu, bukanlah peristiwa yang pertama kali kita dengar. Berbagai kasus kejahatan yang dilakukan orang tua kandung terhadap anak telah berulang kali terjadi, seperti penyiksaan, penganiayaan, pelecehan seksual, memperdagangkan anak hingga pembunuhan.
Fakta ini menunjukkan bahwa bukan anak saja yang bisa berbuat durhaka kepada orang tua, tetapi orang tua pun bisa berbuat durhaka terhadap anak. Sahabat Muslimah, mungkin akan menyanggah, bukankah kasus-kasus diatas sifatnya sangat kasuistik? Dalam kehidupan keluarga yang berlangsung “normal”, mungkinkah orang tua juga tetap berpeluang untuk berbuat durhaka terhadap anak?
Sebelumnya, mari terlebih dulu kita tilik makna durhaka. Dari sudut bahasa, durhaka berarti ingkar, melawan, membangkang, dan tidak mematuhi. Itu sebabnya, anak yang melawan orang tuanya disebut anak yang durhaka. Dan durhaka kepada orang tua merupakan dosa besar sesudah syirik.
Maka dalam konteks ke”durhaka”an orang tua terhadap anak, jika dihubungkan dengan makna kata tersebut, itu dapat dimaknai dengan bentuk pengingkaran (kewajiban) orang tua terhadap anak dan pengingkaran (pemenuhan hak) anak.
Dalam surat At-Tahrim ayat 6 Allah swt berfirman :
“………Wahai orang-orang mukmin, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari azab api neraka……”
Sesuai ayat diatas, maka orang tua berkewajiban memberi pendidikan Islam dan menegakkan ajaran Islam terhadap anak-anaknya, seperti kewajiban sholat, membaca Al-Quran, mengajarkan akhlak dan perilaku yang baik, dan sebagainya. Semua bentuk pendidikan dan pengajaran yang dapat memelihara keluarganya dari melakukan hal-hal yang dapat menggiring mereka pada azab neraka.
Selain itu, orang tua juga berkewajiban memenuhi hak anak-anaknya, seperti hak mendapatkan kasih sayang, perlindungan, nafkah yang layak, sandang, pangan, nama yang baik, juga jaminan pendidikan dan kesehatan.
Orang tua harus memberi contoh tauladan yang baik kepada anak. Jika orang tua menghendaki anak teguh menunaikan sholat, maka orang tua juga tak boleh melalaikan kewajiban sholat. Jika seorang ibu menginginkan putrinya menutup aurat, maka ia juga harus menutup auratnya dengan baik.
Islam adalah agama yang adil. Di satu sisi, Islam menyuruh anak untuk berbuat baik kepada orang tua dan menggolongkan kedurhakaan anak pada orang tua sebagai dosa besar. Namun di sisi lain, Islam juga mewajibkan orang tua untuk memenuhi hak anak dan kewajiban mereka terhadap anak. Karena setiap orang akan diminta pertanggungjawabannya di akhirat kelak atas amanah yang dipercayakan kepadanya. Dan amanah terbesar bagi setiap orang tua, adalah sang anak.
Diceritakan dalam sebuah hadis, tentang seorang anak yang kedua orang tuanya digiring menuju syurga, sedangkan si anak digiring menuju neraka. Namun si anak mengajukan protes pada malaikat, dia mengatakan bahwa orang tuanya tidak pernah mengajarkannya hal-hal yang layak mengantarkannya ke syurga. Atas protes sang anak, kedua orang tuanya pun menjadi tertunda langkahnya menuju syurga.
Orang tua yang “durhaka” mungkin tidak akan dihukum dengan dikutuk menjadi batu sebagaimana halnya Malin Kundang, tetapi, ke”durhaka”an orang tua dalam bentuk pengingkaran hak dan kewajiban terhadap anak, boleh jadi akan menunda atau bahkan menghalangi langkah orang tua dari memasuki syurgaNya. Wallahu’alam....
Masih segar dalam ingatan, kisah yang sempat menjadi headline post kriminal beberapa hari lalu, tentang seorang ayah yang memukul putri bungsunya bertubi-tubi dengan bambu hingga sang bambu mengalami patah tiga, dan gadis kecil yang malang itu pun menemui ajal di tangan ayah kandungnya.
Dan lebih ironinya lagi, peristiwa yang menimpa Kasih, demikian nama bocah berusia 7 tahun itu, bukanlah peristiwa yang pertama kali kita dengar. Berbagai kasus kejahatan yang dilakukan orang tua kandung terhadap anak telah berulang kali terjadi, seperti penyiksaan, penganiayaan, pelecehan seksual, memperdagangkan anak hingga pembunuhan.
Fakta ini menunjukkan bahwa bukan anak saja yang bisa berbuat durhaka kepada orang tua, tetapi orang tua pun bisa berbuat durhaka terhadap anak. Sahabat Muslimah, mungkin akan menyanggah, bukankah kasus-kasus diatas sifatnya sangat kasuistik? Dalam kehidupan keluarga yang berlangsung “normal”, mungkinkah orang tua juga tetap berpeluang untuk berbuat durhaka terhadap anak?
Sebelumnya, mari terlebih dulu kita tilik makna durhaka. Dari sudut bahasa, durhaka berarti ingkar, melawan, membangkang, dan tidak mematuhi. Itu sebabnya, anak yang melawan orang tuanya disebut anak yang durhaka. Dan durhaka kepada orang tua merupakan dosa besar sesudah syirik.
Maka dalam konteks ke”durhaka”an orang tua terhadap anak, jika dihubungkan dengan makna kata tersebut, itu dapat dimaknai dengan bentuk pengingkaran (kewajiban) orang tua terhadap anak dan pengingkaran (pemenuhan hak) anak.
Dalam surat At-Tahrim ayat 6 Allah swt berfirman :
“………Wahai orang-orang mukmin, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari azab api neraka……”
Sesuai ayat diatas, maka orang tua berkewajiban memberi pendidikan Islam dan menegakkan ajaran Islam terhadap anak-anaknya, seperti kewajiban sholat, membaca Al-Quran, mengajarkan akhlak dan perilaku yang baik, dan sebagainya. Semua bentuk pendidikan dan pengajaran yang dapat memelihara keluarganya dari melakukan hal-hal yang dapat menggiring mereka pada azab neraka.
Selain itu, orang tua juga berkewajiban memenuhi hak anak-anaknya, seperti hak mendapatkan kasih sayang, perlindungan, nafkah yang layak, sandang, pangan, nama yang baik, juga jaminan pendidikan dan kesehatan.
Orang tua harus memberi contoh tauladan yang baik kepada anak. Jika orang tua menghendaki anak teguh menunaikan sholat, maka orang tua juga tak boleh melalaikan kewajiban sholat. Jika seorang ibu menginginkan putrinya menutup aurat, maka ia juga harus menutup auratnya dengan baik.
Islam adalah agama yang adil. Di satu sisi, Islam menyuruh anak untuk berbuat baik kepada orang tua dan menggolongkan kedurhakaan anak pada orang tua sebagai dosa besar. Namun di sisi lain, Islam juga mewajibkan orang tua untuk memenuhi hak anak dan kewajiban mereka terhadap anak. Karena setiap orang akan diminta pertanggungjawabannya di akhirat kelak atas amanah yang dipercayakan kepadanya. Dan amanah terbesar bagi setiap orang tua, adalah sang anak.
Diceritakan dalam sebuah hadis, tentang seorang anak yang kedua orang tuanya digiring menuju syurga, sedangkan si anak digiring menuju neraka. Namun si anak mengajukan protes pada malaikat, dia mengatakan bahwa orang tuanya tidak pernah mengajarkannya hal-hal yang layak mengantarkannya ke syurga. Atas protes sang anak, kedua orang tuanya pun menjadi tertunda langkahnya menuju syurga.
Orang tua yang “durhaka” mungkin tidak akan dihukum dengan dikutuk menjadi batu sebagaimana halnya Malin Kundang, tetapi, ke”durhaka”an orang tua dalam bentuk pengingkaran hak dan kewajiban terhadap anak, boleh jadi akan menunda atau bahkan menghalangi langkah orang tua dari memasuki syurgaNya. Wallahu’alam....
Sumber : ummi-online.com
0 Response to "Waspadai Orangtua Durhaka pada Anak"
Post a Comment